Pak Presiden dan Kabut Asap
Ditulis oleh : Alif Fahren
Bencana
kabut asap tahun ini merupakan yang terparah yang pernah melanda indonesia
terutama bumi sumatera dan kalimantan. Sudah sekitar 3 bulan anak anak, remaja,
orang dewasa bahkan lansiapun harus menghirup udara yang bercampur dengan asap
pembakaran lahan gambut.
Menurut
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho yang dikutip
dari BBC News Indonesia tanggal 24 September 2015, , menyebutkan terdapat 1.143
titik panas atau hotspot di Pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut,
sebaran terbanyak berada di Sumatera Selatan dengan 724 titik api dan Jambi
dengan 234 titik api.
Akibat
dari peningkatan titik panas tersebut berpengaruh terhadap berkurangnya jarak
pandang dan memburuknya kualitas udara di beberapa kota di sumatera dan
kalimantan. Tercatat Kualitas udara di Pekanbaru mencapai 984 PSI atau masuk
dalam kategori berbahaya dengan jarak pandang hanya sekitar 200 meter,
Sedangkan di kota Palembang tercatat tingkat pencemaran udara mencapai 550 PSI.
Dimana dikatakan berbahaya apabila tingkat pencemaran udara berada di rentang
300 – 500 PSI.
Hal
ini mengundang tanda tanya besar apakah sudah ada keseriusan pemerintah dalam
menangani bencana asap ini yang dari tahun ke tahun selalu terulang kembali dan
semakin parah. Kebijakan memang sudah diambil oleh pemerintah seperti
dengan mengerahkan helikopter helikopter pengankut air untuk memadamkan api,
menerima bantuan dari negara negara tetangga untuk pemadaman api dan
sebgainya.Namun hal tersebut menurut hemat saya hanya sebuah penanggulangan
singkat saja dan terasa percuma apabila tidak ada pemikiran untuk menanggulangi
bencana asap ini dalam jangka panjang.
Sebenarnya
ada beberapa opsi untuk menanggulangi bencana asap dalam jangka panjang yaitu
dengan merevisi Undang – undang Nomor 32 Dalam Pasal 69 tahun 2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mana disebutkan untuk pembukaan lahan dengan
cara dibakar hanya dibatasi 2 hekta are perkepala keluarga saja. Menurut saya
dalam pelaksanaannya sulit untuk membakar hanya 2 heta are saja karena
pembakaran lahan bisa saja bisa merembes lebih dari 2 hekta are yang terjadi
seperti sekarnag ini.
Lalu
cara selanjutnya adalah dengan memperketat izin pendirian perusahaan sawit
maupun perusahaan pertanian lainnya. Ditilik dari dewasa ini karena makin
banyaknya perushaan sawit yang berdiri mengindikasikan harus semakin banyaknya
pembukaan lahan untuk kepentingan perusahaan tersebut yang mengindikasikan
makin banyaknya lahan yang harus dibuat untuk kepentingan perusahaannya.
Pada
akhirnya bencana asap harus ditanggulangi secara konkrit agar masyarakat tidak
terapas hak asasi manusianya dalam menghirup udara segar dan tidak ada lagi
jatuh korban di masa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar